Desaku sayang, Desaku malang


           Industri batu bata dewasa kini semakin menjamur di daerah jepara bagian selatan. Usaha yang turun temurun sejak dulu sampai sekarang ini masih di gemari dan di geluti warga desa kalipucang kulon untuk mengais rupiah demi rupiah. Usaha ini pun sudah menjadi mayoritas pekerjaan bagi warga desa kalipucang kulon dalam mencari nafkah, dan bisa dikatakan mungkin usaha ini sudah di anggap sebagai usaha satu satunya yang mungkin dan bisa dilakukan oleh warga.
        Batu batu merupakan bahan baku dasar yang di gunakan dalam pembuatan rumah, gedung, bahkan tak jarang bangunan mencakar langit lainya. Pembuatan yang cukup simpel dan tidak banyak memerlukan skill khusus menjadi daya tarik sendiri bagi warga desa kalipucang kulon. Tidak memerlukan gelar sarjana, yang terpenting adalah kerja keras dan ketekunan. Banyak anak usia sekolah yang memutuskan untuk berhenti sekolah di karenakan iming iming hasil yang lumayan yang mereka bisa dapat dari pekerjaan tersebut. Wajar saja jika anak anak usia sekolah dapat mencari dan memperoleh sendiri uang serta dapat menikmati betapa manisnya rasa uang dari hasil pekerjaan tersebut.
 Mungkin itulah salah satu hal yang menyebabkan pendidikan di desa tersebut kurang begitu di minati. Dan  Keuntungan yang lumayan untuk makan sehari hari dan buat tabungan kedepanya menjadikan usaha ini semakin menjamur dan menggurita di daerah perbatasan kota ukir ini dengan kota amal.
        Banyak warga luar yang memesan batu bata ini untuk di kirim ke kotanya dalam rangka proyek pembangunan. Dan bahkan tak jarang pembeli dari luar kotanya pun langsung datang ke lokasi pembuatan sentra industri batu bata. Proses transaksi dan negosisasipun di lakukan anatara penjual dan pembeli melalui berbagai media seperti via hp, facebook, email, twitter dan secara face to face on the spot.
         Meletusnya gunung merapi di yogyakarta yang menyebabakan ratusan rumah menjadi hancur dan porak poranda menjadikan hujan uang bagi warga pembuat batu batu khususnya di desa kalipucang kulon. Banyak tawaran dan pesanan dari daerah daerah yang terkena gempa tsb. Kedatangan truk pun silih berganti untuk mendistribusikan cetakan kotak merah yang sangat kuat tersebut guna mengkontstruksi bangunan ke kota pendidikan.
        Namun di sisi lain, dari sekian banyak keuntungan yang bisa di keruk oleh warga pembuat batu batu ternyata hal ini banyak juga dampak negatif yang di timbulkan dari proses pembuatan batu bata tersebut. Pembuatan batu bata yang menggunakan bahan dasar tanah liat dan sedikit campuran arang sekam dan debu membuat proses pembuatanya pun memakan waktu yang cukup lama. Dari proses pengolahan yang dalam istilah jawanya “ njebor “ sampai proses pembakaran memakan waktu selama kurang lebih 1 minggu. Hal ini membuat desa yang terdapat industri batu bata ini tak ubahnya menjadi desa yang sangat kumuh karena limbah dari proses pembuatan batu bata dan pencemaran udara ( debu ) yang di hasilkan dari proses pembakaran batu bata semakin hari semakin banyak dan kian menumpuk.
        Desa yang seharusnya menjadi sejuk, nyaman rindang sekarang tak ubahnya menjadi bangunan bangunan yang kumuh, sesak di penuhi oleh debu debu jahat yang membahayakan. Bayangkan jika kita melihat kondisi dan situasi dari desa tersebut, nampaknya dalam benak kita pun akan berfikir bahwa desa tersebut tidak layak lagi untuk di jadikan sebagai tempat hunian. Karna debu debu kotor hasil proses pembuatan batu bata selalu membabi buta serta berterbangan sesukanya dia pergi dan bahkan tak jarang sampai memasuki sudut sudut rumah warga. Sejatinya rumah yang di jadikan sebagai tempat untuk bernaung dan berlindung kini menjadi tempat yang membuat penghuninya pun menjadi tidak nyaman dan merasakan kesengsaraan bila berada di dalamnya.
        Banyak dampak yang di timbulkan seiring maraknya warga yang menggeluti pekerjaan tersebut. Debu salah satu contoh kongkritnya. Jika sampai menghirup ke dalam tubuh kita bayangkan apa yang akan terjadi, tubuh kita akan terasa sesak, susah bernafas dan mungkin bisa menyebabkan penyakit pernafasan seperti asma. Dan jika ada orang sakit yang memasuki dan menempat di areal tersebut, bisa di bayangkan betapa semakin menderitanya si orang sakit tersebut.
        Selain debu dampak lain yang di timbulkan adalah asap. Asap yang selalu berhembus dari celah kecil gubuk tempat pembakaran batu batu selalu menyerang rumah rumah yang berada di sekitar areal gubuk pembakaran tersebut. Asap yang memiliki bau menyengat, menimbulkan sesak, dan membuat mata menjadi merah nampaknya sudah menjadi makanan sehari hari bagi warga sekitar.
        Kondisi yang memprihatinkan ini seharusnya mendapatkan perhatian yang serius dari pihak yang berwenang. Karna ini sudah mencapai ambang batas ekonomi yang dapat menimbulkan keresahan bahkan kerugian bagi warga non pembuat batu bata. Meskipun usaha ini memanng sudah menjadi tumpuan utama dan sumber nafkah mereka sehari hari. Namun jika tidak di kelola dengan sistem yang baik justru akan menimbulkan banyak dampak negatif yang membahayakan yang mungkin tidak setimpal dengan apa yang di hasilkan,. Bayangkan jika kegiatan ini tidak di kelola dengan sistem tata kelola yang baik 15 atau 20 tahun kedepan desa ini akan menjadi desa yang kumuh, bukan lagi menjadi desa penghasil batu batu akan tetapi menjadi desa penghasil debu dan asap asap yang tidak berguna.
        Pihak yang berwenang khususnya dalam hal ini kepala desa harus lebih peka terhadap kondisi dan situasi yang terjadi di daerah teritorialnya. Karna jika hal ini tidak ada penindaklajutan di khawatirkan desa ini akan semakin memburuk. Mungkin dari pihak yang berwenang bisa melakukan sistem kerja yang rapi dan aman. Dengan membuat peraturan yang berisikan anjuran kepada warga pembuat batu bata supaya dalam pembuatan teersebut bisa di lakukan di sawah dan tidak berada dalam areal pemukiman warga. Di samping solusi tersebut, jika memang kondisi dan situasi tidak memungkinkan bagi warga pembuat batu bata untuk menyewa sawah untuk pembuatan batu bata. Mugkin  pembuatan boleh di lakukan di tempat masing masing namun dalam sistem dan tata kelola yang baik bukan seenaknya sendiri. Sebagai contoh kecil jika dalam proses pembakaran tersebut dapat menimbulkan asap dan debu yang sangat membahayakan  dan merugikan bagi orang lain, mungkin dari pihak pembuat batu bata sendiri harus lebih peka dan  timbul inisiaif untuk meminimalisir debu dan asap tersebut. Mungkin dengan cara memberikan pembatas di gubuk pembakaran atau memberikan pembatas rumah dsb bisa di lakukakn oleh warga pembuat batu bata sebagai wujud saling menghargai antar tetangga dan demi terjaganya lingkungan desa. karna jika hal hal kecil seperti itu tidak ada upaya preventif, lantas mau di bawa kemana desa kita yang sejatinya sejuk, segar, nan rindang ini

        Tanamkan, Lakukan, Dan Wujudkan ( Go green ).
        Mungkin ini yang seharusnya di lakukan oleh warga kalipucang kulon sebagai langkah kongkrit untuk menjaga kelestarian, kesejukan, kenyamanan dan keindahan desa ini. Go Green. Ya itulah sebutanya. Suatu bentuk upaya dalam menghijaukan desa kita tercinta ini. Go Green adalah suatu istilah yang sedang marak di bicaakan dan sudah menjadi trend sendiri bagi masyarakat kalangan luas. Istilah ini berasal dari barat dan datang ke indonesia dibawa oleh oleh orang orang asing dan karna proses akulturasi budaya yang merupakan  salah satu tanda dan bentuk dari adanya globalisasi.
        Penghijuan memang harus dan wajib di lakukan oleh desa yang sedang terbelenggu dengan masalah lingkungan. Lingkungan yang tidak nyaman, mereduksinya jumlah oksigen dan semakin bertambahnya jumlah karbondioksida dan monoksida membuat lingkungan semakin gersang dan tak nyaman lagi untuk di tempati. Hal tersebutlah yang melatar belakangi mengapa dan kenapa desa ini harus menginstalasi dan mengamalkan slogan tersebut.
        Banyak warga yang kurang timbul kesadaranya dalam menjaga dan merawat lingkungan yang di berikan oleh allah swt guna di jaga dan di kelola dengan sebaik baiknya. Lingkungan sebagai salah satu tempat dimana kita berinteraksi sudah selayaknya di jaga dan di rawat. Jika sampai lingkungan itu rusak maka kita sendiri yang akan menanggung resikonya, karna kita juga yang menempati dan menghuni lingkungan tersebut. Seharusnya warga pembuat batu bata harus mengubah mainset mereka supaya tidak terus terusan menekuni pekerjaan yang boleh di katakan mampu merusak lingkungan. Terbukti dari akses jalan ke rumah warga warga, banyak jalan yang masih rusak. Parahnya lagi jika musim hujan datang, jalan menjadi becek dan licin. Tidak cuman itu banyak juga polusi polusi yang ditimbulkan.
        Alih pekerjaan bisa di lakukan warga sebagai solusi alternatif untuk mengurangi jumlah pembuat batu bata. Mungkin bisa bekerja sebagai tani, atau berwirausaha. Namun karna kebiasaan dan kebudayaan yang sudah melekat kuat pada warga menyebabkan mereka buta dan tidak mempunyai pandagan yang luas untuk kedepanya. Mau sampai kapan mereka menekuni pekerjaan tersebut.???
        Go green adalah suatu bentuk penghijauan. Dan hal ini bisa dilakukan dengan cara penanaman pohon pohon yang mampu menghasilkan oksigen tinggi. Dimana oksigen tersbut sangat berguna dan bermanfaat juga bagi warga. Oskgen ini penting untuk menyuplai tenaga kita sehari hari. Bayangkan jika kita tidak mampu mengabsorbsi oksigen. Tubuh kita akan terasa sesak dan lemas. Dan jika sampai jatuh sakit biaya yang kita keluarkan pun tidak sedikit untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita.
MAKA TANAMKAN, LAKUKAN, DAN WUJUDKANLAH DESA KALIPUCANG YANG HIJAU INI.

        

SHARE ON:

Hello friends, My names is Aziz. I am a student at Jenderal Soedirman University. You can contact me by email: azizyoungfarmer@doctor.com and My Pin Blackberry Messenger 51DF7A8C

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar